Jumat, 21 Desember 2012

Askep Halusinasi

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HALUSINASI

A.  PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa rangsang ensternal yang  nyata. ( Barbara, 1997 ).
Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik. ( Maramis, 2004 ).
Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanpa stimulus dari luar. Haluasinasi merupakan pengalaman terhadap mendengar suara Tuhan, suara setan dan suara manusia yang berbicara terhadap dirinya, sering terjadi pada pasien skizoprenia. (Stuart and Sundeen, 1995)

Halusinasi itu sendiri terbagi menjadi :
1.    Halusinasi Pendengaran (akustik, auditorik), hal ini seringkali ditunjukkan dengan sikap pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
2.    Halusinasi Penglihatan (visual), ditunjukkan dengan perilaku pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
3.    Halusinasi Pembauan / hirup (olfaktori). Halusinasi jenis ini jarang didapatkan. Terlihat dari sikap pasien yang mengalami halusinasi ini mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
4.    Halusinasi Pengecapan (gustatorik). Halusinasi ini biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5.    Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Halusinasi jenis ini seseorang yang bersangkutan merasa ada orang lain yang meraba atau memukul. Bila raban ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.
B.  ETIOLOGI
Menurut Townsend ( 1998 ), etiologi pada klien dengan halusinasi adalah :
1.    Panik
2.    Menarik diri
3.    Stres berat yang mengancam ego yang lemah

Faktor pencetus :
1.    Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladptif yang baru mulai dipahami, yang termasuk dalam hal ini adalah sebagai berikut :
a.        Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan Skizoprenia.
Lesi pada area kontrol, temporal dan limbik paling berhubugan dengan prilaku psikotik.
b.       Beberapa kimia otak dikaitkan dengan Skizoprenia, hasil penelitian menunjukkan bahwa :
-        Dopamin neurotransmitter yang berlebihan
-        Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain
-        Masalah – masalah pada reseptor dopamin.
Para ahli biokimia mengemukakan bahwa halusinasi  merupakan hasil dari respon metabolik terhadap stres yang menyebabkan lepasnya neurokimia halusinogenik ( Stuart dan Sundeen, 1991 ).

2.    Psikologis
Teori psikodinamik untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptif belum didukung oleh penelitian ( Stuart dan Sundeen, 1991 ).
3.    Sosio Budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan Skizoprenia dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan ( Stuart dan Sundeen, 1991 ).
Menurut Yosep (2009)
1.  Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah :
a.  Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b.  Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c.  Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d.  Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e.  Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2.   Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a.  Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b.  Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.  Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C.  PATOFISIOLOGI
Halusinasi  pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia. Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma otak organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik (Maramis 1998).
Menurut Barbara ( 1997 ) klien yang mendengar suara – suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami berupa dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien. Suara– suara yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau membunuh orang lain.
D.  MANIFESTASI KLINIK
1)   Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2)   Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3)   Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4)   Tidak dapat memusatkan perhatian
5)   Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan), takut.
6)   Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
7)   Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
8)   Tidak ada kontak mata/ sering menunduk

E.  PENATALAKSANAAN
1.    Menciptakan lingkungan yang terapeutik.
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, berbicara dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2.    Melaksanakan program terapi dokter.
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3.    Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4.    Memberi aktivitas pada pasien.
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5.    Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan.
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

F.   PENGKAJIAN FOKUS
1)   Pengkajian Primer
Isi pengkajian primer meliputi :
a)     Identitas klien
              Nama, umur, tanggal masuk, tanggal pengkajian, informan, No. RM.
b)   Keluhan utama/alasan masuk
              Apa penyebab klien masuk RS, apa yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah klien dan bagaimana hasilnya.
c)    Faktor predisposisi
1.    Apakah    klien    pernah   mengalami   gangguan   jiwa   dimasa   lalu.
2.    Pengobatan yang pernah dilakukan, riwayat penganiayaan fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu dilakukan, dialami, disaksikan oleh klien, apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak menyenangkan.
d)   Aspek fisik / biologis
Ukur tanda vital, TB, BB. Tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan.
e)    Aspek psikososial
1.    Genogram
Pembuatan genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan hubungan klien dengan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu dan keluarga.
2.    Konsep diri
a)   Citra tubuh
Tanyakan dan observasi tentang persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak disukai.
b)    Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan terhadap status dan sebagai laki-laki atau perempuan.
c)   Peran
Tanyakan tugas yang diemban dalam keluarga, kelompok, masyarakat dan kemampuan klien melaksanakannya.
d)  Ideal diri
Tanyakan harapan terhadap tubuh klien, posisi, status, tugas/peran.
e)   Harga  diri
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan   kondisi nomor 2 (a), (b), (c) dan penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupan klien.
3.    Hubungan sosial
Tanyakan siapa orang terdekat dalam kehidupan klien, kegiatan di masyarakat.
4.    Spiritual
Tanyakan nilai dan keyakinan serta kegiatan ibadah klien.
5.    Status mental
a)    Penampilan: penggunaan dan ketepatan cara berpakaian.
b)  Pembicaraan: cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren, atau tidak dapat memulai pembicaraan.
c)   Aktivitas motorik: nampak adanya kegelisahan, kelesuan, ketegangan, gelisah, agitasi, tremor, TIK, grimasum, kompulsif
d)   Alam perasaan:sedih, putus asa, gembira, ketakutan, khawatir.
e)    Afek: datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
f) Interaksi selama  wawancara: bermusuhan, kooperatif / tidak, mudah tersinggung, curiga,kontak mata kurang, defensif.
g)   Persepsi : Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengar, kadang suara yang didengar bisa menyenangkan tetapi kebanyakan tidak menyenangkan, menghina bisa juga perintah untuk melakukan sesuatu yang berbahaya baik diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Biasanya terjadi pada pagi, siang, sore, malam hari atau pada saat klien sedang sendiri.
h) Proses pikir: sirkumstansial, tangensial, kehilangan asosiasi, flight of ideas, bloking, perseverasi.
i)    Isi pikir: obsesi, phobia, hipokondria, depersonalisasi, waham, pikiran magis, ide yang terkait.
j)     Tingkat kesadaran: orientasi orang, waktu, tempat jelas, bingung, sedasi, stupor.
k)   Memori: apakah klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, jangka pendek, saat ini, ataupun konfabulasi.
l)  Kemampuan penilaian; berikan pilihan tindakan yang sederhana.  apakah klien membuat keputusan atau harus dibantu.
m) Daya tilik diri: apakah klien menerima atau mengingkari penyakitnya, menyalahkan orang lain atas penyakitnya.
n)   Kebutuhan persiapan pulang
6.    Mekanisme koping
Tanyakan tentang koping klien dalam mengatasi masalah baik yang adaptif maupun yang maladaptif.
7.    Masalah psikososial dan lingkungan
Apakah ada masalah dengan dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, dan pelayanan kesehatan.
8.    Pengetahuan
Mengkaji kurang pengetahuan klien tentang penyakit jiwa, faktor presipitasi, koping, sistem pendukung, penyakit fisik, obat-obatan.
9.    Aspek medik
Tuliskan diagnosa medik klien, tulis obat-obatan klien.

2)   Pengkajian Sekunder
a)    Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1.    Tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah)
2.    Berat badan
3.    Tinggi badan
4.    Keluhan fisik yang dirasakan pasien
b)   Pemeriksaan Penunjang
1.    Hospitalisasi perawatan rumah sakit
2.    Pemberian obat-obatan seperti halkoperidol, cpz, diazepam, amitriptylin, dan lain-lain
3.    Terapi ECT, merupakan kejang listrik dan pengobatan fisik dengan mengunakan arus listrik antara 70-150 volt
4.    Psikotrapi (menurut Dadang Hawari,2001)
a.    Psikoanalisa psikoterapi
Tujuan psikoterapi
-       Menurukan rasa takut klien
-       Mengembalikan proses pikiran yang luhur
b. Psikoterapi Re-edukatif memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan juga mengubah pola pendidikan yang lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaftif dengan dunia luar.
c. Psikoterapi rekonstruktif memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian yang utuh seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi Kognetif : memulihkan kembali fungsi kognitif ( daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan yang buruk, yang boleh dan tidak.
e.  Psikoterapi Psiko-dinamik : menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.
f.   Psikoterapi Perilaku : memulihkan ganguan perilaku yang terganggu (maladaptife) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri).
g.     Psikoterapi keluarga ; memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya.
h. Terapi psikososial : dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
i.     Terapi Psikoreligius : dimaksudkan agar keyakinan atau keimanan penderita dapat di pulihkan kembali.

3)   Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS (apa yang terjadi)

4)   Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
pengobatan yang pernah dilakukan, riwayat penganiayaan fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu dilakukan, dialami, disaksikan oleh klien, , pengalaman yang tidak menyenangkan
yang pernah dialami.

5)   Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak, apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

G.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
2.    Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri

H.  FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
Fokus Intervensi ( Keliat, 1998 )
1.    Resiko menciderai diri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Tujuan Umum ( TUM ) : Klien tidak menciderai orang lain
Tujuan Khusus ( TUK ) :
a)    Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi : Bina hubungan saling percaya
b)   Klien dapat mengenal halusinasi
Intervensi : adakan kontak sering dan singkat, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasi, bantu klien mengenal halusinasi, diskusikan tentang  situasi yang menimbulkan halusinasi, diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi.
c)    Klien dapat mengontrol halusinasi
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi, perawat dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi.Keempat cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut.
1.    Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Tahapan intervensinya adalah:
-       Menjelaskan cara menghardik halusinasi
-       Memperagakan cara menghardik
-       Meminta pasien memperagakan ulang
-       Memantau penerahap cara, menguatkan perilaku pasien
2.    Bercakap-cakap dengan orang lain
3.    Melakukan aktivitas yang terjadwal
Tahapan intervensinya adalah:
-       Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
-       Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien
-       Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun tidur sampai tidur malam.
-       Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
4.    Minum obat secara teratur
Berikut ini intervensi yang dapat dilakukan perawat agar pasien patuh minum obat.
-       Jelaskan kegunaan obat.
-       Jelaskan akibat bila putus obat.
-       Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat.
-       Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis).
d)   Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
Intervensi : Anjurkan klienuntuk membantu keluarga jika mengalami halusinasi, diskusikan dengan keluarga tentang gejala, cara yang dapat dilakukan keluarga untuk memutus halusinasi, cara merawat klien dengan halusinasi, beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
e)    Klien memanfaatkan obat dengan baik
Intervensi : diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat, anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya, anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek dan efek samping obat, diskusikan akibat berhenti mengkonsumsi obat tanpa konsultasi, bantu klien dalam menggunakan obat dengan prinsip lima benar.

2.    Perubahan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum ( TUM ) : klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
   Tujuan Khusus ( TUK ) :
a)    Klien dapat membina hubungan saling percaya
  Intervensi : Bina hubungan saling percaya
b)   Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri berasal dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Intervensi : Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya, beri kesempatan klien mengungkapkan perasaan penyebab klien menarik diri, diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda, serta penyebab yang muncul, beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
c)    Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Intervensi : Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain serta kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan kerugian berhubungan dengan orang lain, beri penguatan terhadap kemampuan mengungkapkan perasaaan tentang berhubungan dengan orang lain serta kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
d)   Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap antara klien-perawat, klien-perawat-klien, klien-perawat-keluarga, klien-perawat-kelompok.
Intervensi : Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain, dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain secara bertahap, beri penguatan positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai, bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan, diskusikan jadwal harian, motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan.
e)    Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Intervensi : dorong klien mengungkapkan parasaannya bila berhubungan dengan orang lain, diskusikan tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain, beri penguatan positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
f)   Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan keluarga, diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebabnya, akibat bila perilaku menarik diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien menarik diri, dorong keluarga untuk mendukung klien berkomunikasi dengan orang lain, anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien, beri penguatan positif atas hal-hal yang telah dicapai keluarga



DAFTAR PUSTAKA

Rasmun. 2001 . Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga, untuk Perawat dan Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: PT.  Fajar Interpratama
Keliat, Anna Budi. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Maramis, W. F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.
Perry dan Potter.2003. Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4. Jakarta : EGC.
Yosep, Iyus. 2009. Keperwatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.
Towsend, Mary C.1998. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri.Jakarta:EGC
Stuart & Sunden.1998.Pocket Guide to Psychiatric Nursing.Jakarta: EGC
Stuart, G. W & Sundeen, SJ.1995. Pocket Guide To Psychiatric Nursing, Edisi 3, Alih Bahasa Achir Yani S. Hamid.Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar