ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HALUSINASI
A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi
sensori yang palsu yang terjadi tanpa rangsang ensternal yang nyata. ( Barbara, 1997 ).
Halusinasi adalah penerapan
tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra seorang pasien, yang terjadi
dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik
ataupun histerik. ( Maramis, 2004 ).
Halusinasi adalah suatu sensori persepsi
terhadap sesuatu hal tanpa stimulus dari luar. Haluasinasi merupakan pengalaman
terhadap mendengar suara Tuhan, suara setan dan suara manusia yang berbicara
terhadap dirinya, sering terjadi pada pasien skizoprenia. (Stuart and Sundeen,
1995)
Halusinasi
itu sendiri terbagi menjadi :
1.
Halusinasi Pendengaran (akustik, auditorik), hal ini
seringkali ditunjukkan dengan sikap pasien itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di
sekitarnya.
2.
Halusinasi Penglihatan (visual), ditunjukkan dengan
perilaku pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak
ada.
3.
Halusinasi Pembauan / hirup (olfaktori). Halusinasi
jenis ini jarang didapatkan. Terlihat dari sikap pasien yang mengalami halusinasi
ini mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat,
yang tidak ada sumbernya.
4.
Halusinasi Pengecapan (gustatorik). Halusinasi ini
biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa
(mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi
singgungan (taktil, kinaestatik). Halusinasi jenis ini seseorang yang
bersangkutan merasa ada orang lain yang meraba atau memukul. Bila raban ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.
B. ETIOLOGI
Menurut
Townsend ( 1998 ), etiologi pada klien dengan halusinasi adalah :
1.
Panik
2.
Menarik
diri
3.
Stres
berat yang mengancam ego yang lemah
Faktor pencetus :
1.
Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologi
yang maladptif yang baru mulai dipahami, yang termasuk dalam hal ini adalah
sebagai berikut :
a.
Penelitian
pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan Skizoprenia.
Lesi pada area kontrol, temporal dan limbik paling
berhubugan dengan prilaku psikotik.
b.
Beberapa
kimia otak dikaitkan dengan Skizoprenia, hasil penelitian menunjukkan
bahwa :
-
Dopamin
neurotransmitter yang berlebihan
-
Ketidakseimbangan
antara dopamin dan neurotransmitter lain
-
Masalah
– masalah pada reseptor dopamin.
Para
ahli biokimia mengemukakan bahwa halusinasi
merupakan hasil dari respon metabolik terhadap stres yang menyebabkan
lepasnya neurokimia halusinogenik ( Stuart dan Sundeen, 1991 ).
2.
Psikologis
Teori psikodinamik untuk terjadinya respon neurobiologik yang
maladaptif belum didukung oleh penelitian ( Stuart dan Sundeen, 1991 ).
3.
Sosio Budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan
Skizoprenia dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab
utama gangguan ( Stuart dan Sundeen, 1991 ).
Menurut Yosep (2009)
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah :
a. Faktor Perkembangan
Tugas
perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang
yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan,
kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh
terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami
seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Faktor Psikologis
Tipe
kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian
menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung
mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a. Biologis
Gangguan
dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang
toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber
koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C. PATOFISIOLOGI
Halusinasi
pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia. Halusinasi
terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat timbul pada
skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma otak organik,
epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau kecubung,
zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik (Maramis 1998).
Menurut Barbara ( 1997 ) klien yang mendengar suara – suara
misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami berupa dua
suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien. Suara–
suara yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau membunuh orang
lain.
D. MANIFESTASI
KLINIK
1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2) Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan
tidak nyata
4) Tidak dapat memusatkan perhatian
5) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang
lain dan lingkungan), takut.
6) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
7) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
8) Tidak ada kontak mata/ sering menunduk
E. PENATALAKSANAAN
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik.
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh
atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, berbicara dengan
pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu.
Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter.
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di
terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus
mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya,
serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang
lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien.
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan
orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang
sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan.
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien
diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek.
Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
F.
PENGKAJIAN FOKUS
1) Pengkajian Primer
Isi
pengkajian primer meliputi :
a) Identitas klien
Nama, umur, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, informan, No. RM.
b) Keluhan utama/alasan masuk
Apa
penyebab klien masuk RS, apa yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah klien
dan bagaimana hasilnya.
c) Faktor predisposisi
1. Apakah
klien pernah mengalami gangguan
jiwa dimasa lalu.
2. Pengobatan yang pernah dilakukan,
riwayat penganiayaan fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan kriminal, baik itu dilakukan, dialami, disaksikan oleh klien, apakah
ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak
menyenangkan.
d) Aspek fisik / biologis
Ukur tanda vital, TB, BB. Tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan.
e) Aspek psikososial
1. Genogram
Pembuatan
genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan hubungan klien dengan keluarga,
masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh,
pertumbuhan individu dan keluarga.
2. Konsep diri
a)
Citra tubuh
Tanyakan dan observasi tentang
persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri
Tanyakan
dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan
terhadap status dan sebagai laki-laki atau perempuan.
c)
Peran
Tanyakan tugas yang diemban dalam keluarga, kelompok,
masyarakat dan kemampuan klien melaksanakannya.
d) Ideal
diri
Tanyakan harapan terhadap tubuh
klien, posisi, status, tugas/peran.
e) Harga diri
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan
klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi nomor 2 (a), (b), (c)
dan penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupan klien.
3.
Hubungan
sosial
Tanyakan
siapa orang terdekat dalam kehidupan klien, kegiatan di masyarakat.
4.
Spiritual
Tanyakan nilai dan keyakinan serta kegiatan ibadah klien.
5.
Status
mental
a)
Penampilan:
penggunaan dan ketepatan cara berpakaian.
b) Pembicaraan:
cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren, atau tidak dapat
memulai pembicaraan.
c) Aktivitas
motorik: nampak adanya kegelisahan, kelesuan, ketegangan, gelisah, agitasi,
tremor, TIK, grimasum, kompulsif
d)
Alam
perasaan:sedih, putus asa, gembira, ketakutan, khawatir.
e)
Afek:
datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
f) Interaksi
selama wawancara: bermusuhan, kooperatif / tidak, mudah tersinggung,
curiga,kontak mata kurang, defensif.
g)
Persepsi
: Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
dan orang lain tidak mendengar, kadang suara yang didengar bisa menyenangkan
tetapi kebanyakan tidak menyenangkan, menghina bisa juga perintah untuk
melakukan sesuatu yang berbahaya baik diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan. Biasanya terjadi pada pagi, siang, sore, malam hari atau pada saat
klien sedang sendiri.
h) Proses
pikir: sirkumstansial, tangensial, kehilangan asosiasi, flight of ideas,
bloking, perseverasi.
i) Isi
pikir: obsesi, phobia, hipokondria, depersonalisasi, waham, pikiran magis, ide
yang terkait.
j)
Tingkat
kesadaran: orientasi orang, waktu, tempat jelas, bingung, sedasi, stupor.
k)
Memori:
apakah klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, jangka pendek, saat
ini, ataupun konfabulasi.
l) Kemampuan
penilaian; berikan pilihan tindakan yang sederhana. apakah klien membuat
keputusan atau harus dibantu.
m)
Daya
tilik diri: apakah klien menerima atau mengingkari penyakitnya, menyalahkan
orang lain atas penyakitnya.
n)
Kebutuhan
persiapan pulang
6.
Mekanisme
koping
Tanyakan tentang koping klien dalam mengatasi masalah baik
yang adaptif maupun yang maladaptif.
7.
Masalah
psikososial dan lingkungan
Apakah ada masalah dengan dukungan
kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, dan pelayanan
kesehatan.
8. Pengetahuan
Mengkaji kurang pengetahuan klien tentang
penyakit jiwa, faktor presipitasi, koping, sistem pendukung, penyakit fisik,
obat-obatan.
9. Aspek medik
Tuliskan diagnosa medik klien, tulis
obat-obatan klien.
2) Pengkajian Sekunder
a) Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1. Tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan dan
tekanan darah)
2. Berat badan
3. Tinggi badan
4. Keluhan fisik yang dirasakan pasien
b) Pemeriksaan Penunjang
1. Hospitalisasi perawatan rumah sakit
2. Pemberian obat-obatan seperti halkoperidol, cpz,
diazepam, amitriptylin, dan lain-lain
3. Terapi ECT, merupakan kejang listrik
dan pengobatan fisik dengan mengunakan arus listrik antara 70-150 volt
4. Psikotrapi (menurut Dadang Hawari,2001)
a. Psikoanalisa psikoterapi
Tujuan
psikoterapi
-
Menurukan rasa takut klien
-
Mengembalikan proses pikiran yang luhur
b. Psikoterapi Re-edukatif memberikan pendidikan ulang
yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan juga mengubah
pola pendidikan yang lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaftif
dengan dunia luar.
c. Psikoterapi rekonstruktif memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian
yang utuh seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi Kognetif : memulihkan kembali fungsi
kognitif ( daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu
membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan yang buruk, yang boleh
dan tidak.
e. Psikoterapi Psiko-dinamik : menganalisa dan
menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh
sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.
f. Psikoterapi Perilaku : memulihkan ganguan perilaku
yang terganggu (maladaptife) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan
diri).
g.
Psikoterapi
keluarga ; memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya.
h. Terapi psikososial : dimaksudkan penderita agar mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban
bagi keluarga dan masyarakat.
i. Terapi Psikoreligius : dimaksudkan agar keyakinan atau
keimanan penderita dapat di pulihkan kembali.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS (apa yang terjadi)
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
pengobatan yang pernah dilakukan, riwayat penganiayaan fisik, seksual,
penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu dilakukan,
dialami, disaksikan oleh klien, , pengalaman yang tidak menyenangkan yang pernah dialami.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah riwayat penyakit yang
sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik
bersifat genetik maupun tidak,
apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
G. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran berhubungan dengan menarik diri
H. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
Fokus Intervensi ( Keliat, 1998 )
1. Resiko menciderai diri dan orang lain berhubungan dengan
halusinasi pendengaran.
Tujuan Umum ( TUM ) : Klien tidak menciderai orang lain
Tujuan
Khusus ( TUK ) :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya
b) Klien dapat mengenal halusinasi
Intervensi :
adakan kontak sering dan singkat, observasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasi, bantu klien mengenal halusinasi, diskusikan tentang situasi yang menimbulkan halusinasi,
diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi.
c) Klien dapat mengontrol halusinasi
Untuk membantu pasien
agar mampu mengontrol halusinasi, perawat dapat melatih pasien empat cara yang
sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi.Keempat cara mengontrol
halusinasi adalah sebagai berikut.
1. Menghardik
halusinasi
Menghardik halusinasi
adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Tahapan intervensinya adalah:
- Menjelaskan
cara menghardik halusinasi
- Memperagakan
cara menghardik
- Meminta
pasien memperagakan ulang
- Memantau
penerahap cara, menguatkan perilaku pasien
2. Bercakap-cakap
dengan orang lain
3. Melakukan
aktivitas yang terjadwal
Tahapan intervensinya
adalah:
- Menjelaskan
pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
- Mendiskusikan
aktivitas yang biasa dilakukan pasien
- Menyusun
jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih.
Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun tidur sampai tidur malam.
- Memantau
pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang
positif.
4. Minum
obat secara teratur
Berikut ini intervensi
yang dapat dilakukan perawat agar pasien patuh minum obat.
- Jelaskan
kegunaan obat.
- Jelaskan
akibat bila putus obat.
- Jelaskan
cara mendapatkan obat/berobat.
- Jelaskan
cara minum obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara,
benar waktu, benar dosis).
d) Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasi
Intervensi
: Anjurkan klienuntuk membantu keluarga jika mengalami halusinasi, diskusikan
dengan keluarga tentang gejala, cara yang dapat dilakukan keluarga untuk
memutus halusinasi, cara merawat klien dengan halusinasi, beri informasi waktu
follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
e) Klien memanfaatkan obat dengan baik
Intervensi
: diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat,
anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya,
anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek dan efek samping obat,
diskusikan akibat berhenti mengkonsumsi obat tanpa konsultasi, bantu klien
dalam menggunakan obat dengan prinsip lima benar.
2.
Perubahan
sensori persepsi : Halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum (
TUM ) : klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tujuan Khusus ( TUK ) :
a) Klien
dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi : Bina hubungan saling percaya
b) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri berasal
dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Intervensi :
Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya, beri
kesempatan klien mengungkapkan perasaan penyebab klien menarik diri, diskusikan
bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda, serta penyebab yang
muncul, beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
c) Klien
dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
Intervensi : Kaji
pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
serta kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, beri kesempatan kepada
klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, diskusikan bersama
klien tentang keuntungan dan kerugian berhubungan dengan orang lain, beri
penguatan terhadap kemampuan mengungkapkan perasaaan tentang berhubungan dengan
orang lain serta kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
d) Klien
dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap antara klien-perawat,
klien-perawat-klien, klien-perawat-keluarga, klien-perawat-kelompok.
Intervensi : Kaji
kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain, dorong dan bantu klien
untuk berhubungan dengan orang lain secara bertahap, beri penguatan positif
terhadap keberhasilan yang telah dicapai, bantu klien untuk mengevaluasi
manfaat berhubungan, diskusikan jadwal harian, motivasi klien untuk mengikuti
kegiatan ruangan.
e) Klien
dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Intervensi : dorong
klien mengungkapkan parasaannya bila berhubungan dengan orang lain, diskusikan
tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain, beri penguatan positif
atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang
lain.
f) Klien
dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu mengembangkan
kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Intervensi : Bina
hubungan saling percaya dengan keluarga, diskusikan dengan keluarga tentang
perilaku menarik diri, penyebabnya, akibat bila perilaku menarik diri tidak
ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien menarik diri, dorong keluarga untuk
mendukung klien berkomunikasi dengan orang lain, anjurkan kepada keluarga
secara rutin dan bergantian menjenguk klien, beri penguatan positif atas hal-hal
yang telah dicapai keluarga
DAFTAR
PUSTAKA
Rasmun. 2001 . Keperawatan Kesehatan
Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga, untuk Perawat dan Mahasiswa
Keperawatan. Jakarta: PT.
Fajar Interpratama
Keliat,
Anna Budi. 1998. Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Maramis, W. F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya :
Airlangga University Press.
Perry dan Potter.2003. Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik Edisi 4. Jakarta : EGC.
Yosep,
Iyus. 2009. Keperwatan Jiwa (Edisi
Revisi). Bandung: Refika Aditama.
Towsend, Mary C.1998. Diagnosa
keperawatan pada keperawatan psikiatri.Jakarta:EGC
Stuart & Sunden.1998.Pocket Guide
to Psychiatric Nursing.Jakarta: EGC
Stuart,
G. W & Sundeen, SJ.1995. Pocket Guide
To Psychiatric Nursing, Edisi 3, Alih
Bahasa Achir Yani S. Hamid.Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC