Selasa, 13 November 2012

Askep Anemia


           
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANEMIA

1.  PENGERTIAN
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 ).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 ).

2.  ETIOLOGI
Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :
a)      Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
b)      Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah  merah yang berlebihan.
c)      Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
d)     Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi.
3.  KLASIFIKASI
a)        Anemia Defisiensi
Karena kekurangan (defisiensi) zat gizi tertentu
b)        Anemia Hemoragik
Karena pengeluaran darah dari tubuh lewat pendarahan
c)        Anemia Hemolitik
Karena penghancuran (destruksi) sel darah merah di dalam tubuh
d)       Anemia Aplastik
Kekurangan produksi sel darah merah. Hal ini bisa terjadi bila sumsum tulang berhenti bekerja sehingga tidak cukup sel darah merah yang di bentuk.

4.  PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, terpapar zat tosik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat idiopatik. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai efek samping proses ini, bilirubin, yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma. Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinema). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya (misal, apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dl), hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urine (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak adanya hemoglobinema dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada klien dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses hemolitik tersebut.
Kesimpulan mengenai apakah anemia pada klien tertentu disebabkan oleh penghancuran dengan dasar hitung retikulosis dalam sirkulasi darah, derajat poliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dengan biopsi, serta ada atau tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

5.  MANIFESTASI KLINIK
Meurut harirson ( 1999, Hal : 56) Presentase klinis dari pasien yang anemik bergantung pada penyakit yang mendasarinya, demikian juga dengan keparahan serta kronisitasnya anemia. Manifestasi anemia dapat dijelaskan melalui prinsip-prinsip patofisologik, sebagian besar tanda dan gejala anemia mewakili penyesuaian kardiovaskuler dan ventilasi yang mengkompensasi penurunan massa sel darah merah.

Tanda dan gejalanya antara lain:
a)        Pusing
b)        Mudah berkunang-kunang
c)        Lesu
d)       Aktivitas kurang
e)        Rasa mengantuk
f)         Susah konsentrasi
g)        Cepat lelah
h)        Prestasi kerja fisik/pikiran menurun
i)          Konjungtiva pucat
j)          Telapak tangan pucat
k)        Iritabilitas dan Anoreksia
l)          Takikardia , murmur sistoli
m)      Letargi, kebutuhan tidur meningkat
n)        Purpura
o)        Perdarahan
 Gejala khas masing-masing anemia:
a)        Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisioensi besi.
b)        Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada anemia hemolitik.
c)        Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan.

6.  KOMPLIKASI
a)    Kegagalan jantung dimana fungsi jantung menjadi lemah dan tidak mencukupi.
b)   Masalah semasa mengandung seperti melahirkan anak pematang dan pertumbuhan janin

7.  PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1.      Anemia aplastik:
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan antithimocyte globulin ( ATG ) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfusi RBC rendah leukosit dan platelet ( Phipps, Cassmeyer, Sanas & Lehman, 1995 ).
2.      Anemia pada penyakit ginjal
§  Pada paien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
§   Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3.      Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.



4.      Anemia pada defisiensi besi
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan sulfas ferosus 3 x 10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr %. Pada defisiensi asam folat diberikan asam folat 3 x 5 mg/hari.
5.      Anemia megaloblastik
§   Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
§    Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
§    Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
6.     Anemia pasca perdarahan
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
7.    Anemia hemolitik
Dengan penberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.

8.   PENGKAJIAN FOKUS
a.    DEMOGRAFI
Biodata pasien yang meliputi :
1)      Identitas pasien
a)      Nama
b)      Umur
c)      Jenis Kelamin
d)     Agama
e)      Status perkawinan
f)       Pendidikan
g)      Pekerjaan
h)      Tanggal Masuk
i)        No. Register
j)        Diagnosa medis
2)      Penanggung jawab
a)      Nama
b)      Umur
c)      Jenis Kelamin
d)     Pendidikan
e)      Pekerjaan
f)       Hubungan dengan pasien

b.   RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat dahulu yang mendukung dengan melakukan serangkaian pertanyaan, meliputi:
1)   Apakah sebelumnya klien pernah menderita anemia.
2)   Apakah meminum suatu obat tertentu dlam jangka lama.
3)   Apakah pernah menderita penyakit malaria.
4)   Apakah pernah mengalami pembesaran limfe.
5)   Apakah pernah mengalami penyakit keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia, dan multipel mieloma.
6)   Apakah pernah kontak dengan zat kimia toksik dan penyinaran dengan radiasi.
7)   Apakah pernah menderita penyakit menahun yangmelibatkan ginjal dan hati.
8)   Apakah pernah menderita penyakit infeksi dan defisiensi endoktrin.
9)   Apakah pernah mengalami kekurangan vitamin penting, seperti vitamin B12 asam folat, vitamin C dan besi.

c.    DATA FOKUS TERKAIT PERUBAHAN FUNGSI DAN PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum klien pucat. Umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa bibir serta konjungtiva dapat digunakan untuk menilai kepucatan.

B1 (Brething)
Dispnea (kesulitan bernapas), napas pendek, dan cepat lelah saat melakukan aktivitas jasmani merupakan menifestasi berkurangnya pengiriman oksigen.

B2 (Bleeding)
Takikardia dan bising jantung menggambarkan beban jantung dan curah jantung meningkat, pucat pada kuku, telapak tangan, serta membran mukosa bibir dan konjungtiva. Keluhan nyeri dada bila melibatkan arteri koroner. Angina (nyeri dada) khususnya pada pasien usia lanjut dengan stenosis koroner dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan gagal jantung kongestif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat.

B3 (Brain)
Disfungsi neurologis, sakit kepala, pusing, kelemahan, dan tinitus (telinga berdengung).

B4 (Bladder)
Gangguan ginjal, penurunan produksi urine.

B5 (Bowel)
Penurunan intake nutrisi disebabkan karena anoreksia, nausea, konstipasi atau diare, serta stomatitis (sariawan lidah dan mulut).


B6 (Bone)
Kelemahan dalam melakukan aktifitas.

Diagnostik
Penurunan kadar eritrosit dan hemoglobin dalam darah merupakan tanda utama.

d.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut wiwik, H., &Hariwibowo,A. S (2008, Hal : 41) pemeriksaan laboratorium pada klien dengan anemia adalah sebagai berikut
1)       Pemeriksaan laboratorium hematolgis dilakukan secara bertahap sebagai berikut :
a)      Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada  setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini : kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, MCV, Dan MCHC), apusan darah tepi.
b)      Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahuikelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
c)      )   Pemriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis defenitifmeskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang
d)     Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini akan dikkerjakan jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengomfirmasi dugaan diagnosis tersebut pemeriksaan tersebut memiliki komponen berikut ini:
§  Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
§  Anemia megaloblastik: asam folat darah/ertrosit, vitamin B12.
§  Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb.
§  Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.
2)      Pemeriksaan laboratorium nonhematogolis meliputi:
a)                  Faal ginjal
b)                  Faal endokrin
c)                  Asam urat
d)                 Faal hati
e)                  Biakan kuman
3)      Pemeriksaan penunjang lainnya, pada bebrapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a)      Biopsy kelenjar uang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
b)      Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi.
c)      Pemeriksaan sitogenetik.
d)     Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain raction, FISH = fluorescence in situ hybridization).

9.  PATHWAYS KEPERAWATAN
                                                        

10.            DIAGNOSA KEPERAWATAN
a)     Resiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya pengangkutan oksigen ke jaringan sekunder dari penurunan jumlah sel-sel darah merah di sirkulasi
b)      Resiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan menurunnya suplai darah ke miokardium
c)        Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan respon peningkatan frekuensi pernapasan
d)    Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan intake, mual dan anoreksia
e)      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan

11. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
Dx                :Resiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya pengangkutan oksigen ke jaringan sekunder dari penurunan jumlah sel-sel darah merah di sirkulasi
Tujuan            :Dalam waktu 3x24 jam perfusi perifer meningkat
Kriteria hasil  :Klien tidak mengeluh pusing, tanda-tanda vital dalam batas normal, konjungtiva merah (tidak pucat), urine > 600 ml/hari.
Intervensi Keperawatan
Rasional
Kaji status mental klien secara teratur
Mengetahui derajat hipoksia pada otak
Kaji faktor-faktor yang menyebabkan penurunan sel darah merah
Berkurangnya sel darah merah dapat menyebabkan oleh kekurangan kofaktor untuk eritropoesis, seperti: asam folat, vitamin B12, dan besi.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.
Mengetahui darajad hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
Pantau frekuensi jantung dan irama
Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukan komplikasi disritmia.
Kolaborasi pemberian darah
Transfusi dengan PRC (packed red cells) lebih rasional diberikan pada klien yang mengalami anemia akibat penurunan sel-sel darah merah.
Kolaborasi pemberian antibiotika
Kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan atau infeksi, meskipun antibiotika, khususnya yang aktif terhadap basil gram negatif, telah mengalami kemajuan besar pada klien ini. Klien dengan leukopenia yang jelas harus dilindungi terhadap kontak dengan orang lain yang mengalami infeksi. Antibiotika tidak boleh diberikan secara profilaksis pada klien dengan kadar neutrofil rendah dan abdomen karena aantibiotika dapat mengakibatkan kegawatan akibat resistensi bakteri dan jamur.
Pemberian imunosupresif
Terapi imunosupresif globulin antitimosit (ATG) diberikan untuk menghentikan fungsi imunologis yang memperpanjang aplasia, sehingga memungkinkan sumsum tulang mengalami penyembuhan. Klien berespon terhadap terapi biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai tiga bulan, tetapi respon dapat lambat sampai enam bulan setelah penanganan.
Transplantasi
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk memberikan persediaan jaringan hematopoetik yang masih dapat berfungsi.

Dx                   : Resiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan menurunnya suplai darah ke miokardium
Tujuan             : Dalam waktu 3x24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respon nyeri dada
Kriteria hasil   : Secara subjektif klien mengatakan penurunan rasa nyeri dada, secara objektif didapatkan TTV dalam keadaan normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer
Intervensi Keperawatan
Rasional
Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan penyebarannya.
Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian
Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera
Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak kematian mendadak
Lakukan manajemen nyeri keperawatan sebagai berikut:
1.                                                                                        Atur posisi fisiologis

2.                                                                                          Istirahatkan klien




3.                                                                                          Berikan oksigenasi



4.                                                                                          Ajarlan teknik
5.                                                                                           


Posisis fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen ke jaringan yang mengalami iskemia
Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer, sehingga akan menurunkan kebutuhan miokardium yang membutuhkan oksigen untuk menurunkan iskemia.
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan akibat nyeri dada.
Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dan iskemia jaringan otak.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endofrin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan kekorteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
Kolaborasi pemberian terapi farmakologis antiangina
Obat-obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah baik dengan menambah suplai oksigen atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.

Dx                   : Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan respon peningkatan frekuensi pernapasan
     Tujuan                     : Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi perubahan pola napas
     Kriteria hasil   : Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16-20 kali/menit, respon batuk berkurang
Intervensi
Rasional
Auskultasi bunyi napas
Indikasi edema paru, sekunder akibat dekompensasi jantung
Kaji adanya edema
Curiga gagal kongestif/ kelebihan volume cairan
Ukur intake dan output
Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan pengeluaran urine.
Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung
Berikan diet tanpa garam
Natrium meningkatkan retensi cairan dan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan kebutuhan miokardium
Berikan diuretik
Diuretik bertujuan untuk meningkatkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan, sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.

Dx                   : Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan intake, mual dan anoreksia
     Tujuan                     : Dalam waktu 3x24 jam tejadi peningkatan dalam pemenuhan nutrisi
     Kriteria hasil   : Klien secara subjektif termotivasi untuk melakukan pemenuhan nutrisi sesuai anjuran klien dan keluarga tentang asupan nutrisi yang tepat pada klien
Intervensi
Rasional
Jelaskan tentang manfaat mekanan
Dengan pemahaman klien akan lebih kooperatif mengikuti aturan.
Anjurkan agar klien memakan makanan yang disediakan dirumah sakit
Untuk menghindari makanan yang justru dapat mengganggu proses penyembuhan klien
Beri makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta diet tinggi kalori tinggi protein
Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual, mempercepat perbaikan kondisi, serta mengurangi beban kerja jantung,
Beri motivasi dan dukungan psikologis
Meningkatkan secara psikologis
Pemberian multivitamin
Memenuhi asupan vitamin yang kurang dari penurunan asupan nutrisi secara umum dan memperbaiki daya tahan

Dx                   : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan
     Tujuan             : Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas
     Kriteria hasil   : Klien menunjukan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala yang berat, terutama mobilitas di tempat tidur
Intervensi
Rasional
Catat frekuensi dan irama jantung serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas
Respon klien terhadap aktivitas dapat mengidentifikasikan penurunan oksigen miokardium
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat
Menurunka kerja miokardium/ konsumsi oksigen
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas
Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan
Pertahankan klien tirah baring sementara sakit
Untuk mengurangi beban jantung
Evaluasi TTV saat kemajuan aktivitas
Untuk mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan aktivitas
Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi napas, serta keluhan subjektif
Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung
















Daftar Pustaka

Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan pada klien dangan gangguan system kardiovaskuler dan hematologi. Jakarta:Salemba Medika
Wiwik. H., & Haribowo, A. S.2008.Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sitem hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Harrison.1999.Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor edisi bahasa Indonesia : Asdie, A. H. Jakarta : EGC.